“Aku berharap kematianku akan lebih berkesan dibandingkan kehidupanku.”

Wow…, sepenggal kalimat yang cukup ekstrim bukan? Tapi itulah yang tertulis dibuku catatan harian milik Arthur Fleck.

Pernah tidak di antara Kalian melakukan sesuatu hal yang terkadang diluar logika? Atau, pernahkah tertawa keras saat hati atau batin Kalian tersakiti? Nah, itulah yang dirasakan seorang Joker, atau Arthur Fleck yang diperankan oleh Joaquin Phoenix. Arthur harus tertawa setiap harinya saat jiwa dan raganya tersakiti.

Tidak gampang memang untuk memerankan tokoh sebagai sosok Joker. Harus benar-benar totalitas dan memiliki keseriusan yang mendalam. Joker atau Arthur Fleck yang harus mengalami segala keterpurukan dalam hidupnya. Ia harus rela tidak memiliki teman yang bisa di andalkan, pekerjaan yang hilang, hingga tidak memiliki teman perempuan dalam hidupnya. Hanya Ibunya saja sebagai teman ceritanya. Sang Ibu yang sudah tua itu pun kesehariannya hanya menulis surat.

Di film sebelum-sebelumnya, Joker hanya sebagai pelengkap saja. Tapi, kali ini Sang Sutradara Todd Philliphs mengemas film tersebut secara apik. Ia menampilkan Joker secara keseluruhan. Bisa dibilang sebagai Aktor utama. Ya, aktor utama yang tidak memiliki ending manis layaknya seperti film lain.

Kehidupan suramnya dimulai dari, pekerjaannya sebagai komedian yang gagal. Ia adalah Badut yang kesehariannya harus menghibur orang-orang. Dan lagi-lagi, Ia pun gagal. Bahkan pria yang selalu tinggal bersama Ibunya di kota Gotham yang merupakan tempat tinggal kumuh, tidak pernah sedikitpun di acuhkan oleh masyarakat. Sakit memang saat harus menjalankan kehidupan sendiri tanpa dukungan siapapun. Sudah dapat dibayangkan apa yang akan dilakukan, bahkan perlakuan apa yang akan didapatkan dari seorang Joker.

Baku hantam dari kalangan anak -anak Remaja yang membawa papan iklan milik Arthur hancur, untuk mengolok-oloknya. Gaji dipotong, itu yang harus diterima. Ditambah lagi, saat melakukan aksi badutnya disalah satu Rumah Sakit pistolnya jatuh, hasil pemberian dari salah satu temannya sebagai alat buat jaga-jaga. Ia pun harus menerima kenyataan pahit keluar dari pekerjaannya.

Jangan lupa tersenyum, itulah yang selalu dilakukan saat hatinya hancur. Dialog-dialog dari film tersebut memang tidak terlalu banyak, tapi tiap kalimat yang keluar merupakan seperti ancaman-ancaman yang tertuju pada seseorang untuk berbuat jahat.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *